Sabtu, 08 Juni 2013

Kondisi Psikologis Wanita Remaja


Kata Pengantar

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji dan syukur saya panjatakan kepada Allah SWT yang telah memberikan saya nikmat kesehatan dan kesempatan, sehingga Makalah saya yang berjudul “Kondisi Psikologis Remaja” dapat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan oleh Dosen Mata Kuliah PSIKOLOGI.
            Tak lupa pula saya kirimkan salawat serta salam kepada junjungan kita Nabiullah Muhammad SAW, yang telah membawa kita umat manusia utamanya umat Islam dari alam yang gelap-gulita ke alam yang terang-benderang, sehingga saya dapat menikmati kehidupan pada zaman sekarang ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Sehubungan dengan ini, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat saya harapkan untuk pengembangan makalah ini selanjutnya.
Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing serta teman-teman mahasiswi yang telah membantu saya dalam menyusun makalah ini.  Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
                                                                                            Bogor, Mei 2013







i
Daftar Isi
·         KATA PENGANTAR................................................................................................................i
·         DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
·         BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
·         BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
1.1  Perkembangan Psikologik Remaja.......................................................................................3
1.2  Perkembangan Psikologik Remaja, Karakteristik, dan Permasalahannya...........................7
·         BAB III PENUTUP..................................................................................................................12
Kesimpulan...............................................................................................................................12
·         Daftar Pustaka..............................................................................................................14















ii
BAB I
Pendahuluan

Dampak Pertumbuhan Fisik terhadap Kondisi Psikologis Remaja


Pertumbuhan fisik yang sangat pesat pada masa remaja awal ternyata berdampak pada kondisi psikologis remaja, baik putri maupun putra. Canggung, malu, kecewa, dll adalah perasaan yang umumnya muncul pada saat itu.
Hampir semua remaja memperhatikan perubahan pada tubuh serta penampilannya. Perubahan fisik dan perhatian remaja berpengaruh pada citra jasmani (body image) dan kepercayaan dirinya (self-esteem).
Ada tiga jenis bangun tubuh yang menggambarkan tentang citra jasmani, yaitu endomorfik, mesomorfik dan ektomorfik. Endomorfik banyak lemak sedikit otot (padded). Ektomorfik sedikit lemak sedikit otot (slender). Mesomorfik sedikit lemak banyak otot (muscular).












BABII
Pembahasan

PERKEMBANGAN PSIKOLOGIK REMAJA


Pembentukan Konsep Diri
Remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa.
Secara psikologik kedewasaan adalah keadaan di mana sudah ada ciri-ciri psikologik teretentu pada seseorang. Ciri-ciri psikologik itu menurut G.W. Allpoert (1961, Bab VII) adalah :
Pemekaran diri sendiri (extention of the self) :
- egoisme berkurang
- rasa memilliki meningkat
- mencintai orang lain dan alam sekitar
- kemampuan tenggang rasa
Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif (sel objectivication) :
- kemampuan mempunyai wawasan tentang diri sendiri (self insight)
- kemampuan untuk menangkap humor (sese of humor)
- tidak marah jika dikritik
- dapat mengevaluasi dir
Memiliki filsafat hidup tertentu (unifying philosophy of life) :
- tidak mudah terpengaruh
- pendapat-pendapatnya dan sikapnya cukup jelas dan tegas
Menurut Richmond dan Slansky (1984, hlm.110-111) inti dari tugas perkembangan seseorang dalam periode remaja awal dan menengah adalah memperjuangkan kebebasan. Sedangkan menemukan bentuk kepribadian yang khas (yang oleh Allport dinamakan ”unifying philosophy of life”) dalam periode itu belum menjadi sasaran utama.
Perkembangan Intelegensi
Intelegensi adalah -David Wechsler (1958)- :
Keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.
Intelegensi memang mengandung unsur fikiran atau ratio. Makin banyak unsur ratio yang digunakan dalam suatu tindakan atau tingkah laku, makin berintelegensi tingkah laku tersebut.
Ukuran intelegensi dinyatakan dalam IQ (Intelligence Quotient).
Perhitungan :
 Orang Dewasa
Dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan yang terdiri dari berbagai soal (hitungan, kata-kata, gambar-gambar dan lain-lain) dan menghitung berapa banyaknya pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar dan membandingkannya dengan sebuah daftar (yang dibuat berdasarkan penelitian yang terpercaya) maka didapatkanlah nilai IQ yang bersangkutan.
 Anak-anak
Dengan menyuruh mereka melakukan pekerjaan tetentu dan menjawab pertanyaan tertentu (misalnya: menghitung sampai 10 atau 100, menyebut nama-nama hari atau bulan, membuka pintu dan menutupnya kembali, dan lain-lain). Jumlah pekerjaan yang bisa dilakukan anak kemudian dicocokkan dengan membuat daftar untuk mengetahui usia mental (mental age = MA) anak. Makin banyak yang bisa dijawab atau dikerjakan anak, makin tinggi usia mentalnya. Usia mental ini kemudian dibagi dengan usia kalender (callender age = CA) dan dikalikan 100, maka didapatkan IQ anak.
Rumus : IQ = MA/CA x 100
Teori intelegensi yang meninjaunya dari sudut perkembangan dikemukakan oleh Jean Piaget (1896-1980). Piaget berpendapat bahwa setiap orang mempunyai sistem pengaturan dari dalam pada sistem kognisinya. Sistem pengaturan ini terdapat sepanjang hidup sesorang dan berkembang sesuai dengan perkembangan aspek-aspek kognitif yaitu :
Kematangan, merupakan perkembangan susunan syaraf shg misalnya fungsi-fungsi indera menjadi lebih sempurna.
Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungannya.
Transmisi sosial, yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial antara lain melalui pengasuhan dan pendidikan dari orang lain.
Ekuilibrasi, yaitu sistem pengaturan dalam diri anak itu sendiri yang mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya. (Gunarsa, 1982, hlm.140-141)
Sistem pengaturan mempunyai 2 faktor :
Skema
Adalah pola yang teratur yang melatarbelakangi suatu tingkah laku.
Adaptif
Adalah penyesuaian terhadap lingkungan yang bersangkut-paut dengan tujuan dan perjuangan hidup.
Tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget adalah sebagai berikut (Gunarsa, 1982, hlm.146-161; Piaget, 1959, hlm.123)
Tahap I : Masa sensori-motor (0-2.5 tahun)
Masa ketika bayi mempergunakan sistem penginderaan dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya.
Tahap II : Masa praoperasional (2.0-7.0 tahun)
Ciri khasnya adalah kemampuan menggunakan simbol, yaitu mewakili sesuatu yang tidak ada.
Tahap III : Masa konkrit-operasional (7.0-11.0 tahun)
Sudah bisa melakukan berbagai macam tugas yang konkrit. Ia mulai mengembangkan 3 macam operasi berfikir, yaitu :
a. Identitas : mengenali sesuatu
b. Negasi : mengingkari sesuatu
c. Resiprokasi : mencari hubungan timbal baik antara beberapa hal
Tahap IV : Masa formal-operasional (11.0-dewasa)
Dalam usia remaja dan seterusnya sesorang sudah mampu berfikir abstrak dan hipotetis.
Masa remaja adalah masa yang penuh emosi. Salah satu ciri periode ”topan dan badai” dalam perkembangan jiwa manusia ini adalah emosi yang meledak-ledak, sulit untuk dikendalikan. Plato menyamakan emosi remaja ini dengan ”api”. Di satu pihak emosi yang memnggebu-gebu ini memang menyulitkan, terutama untuk orang lain (termasuk orang tua dan guru) dalam mengerti jiwa si Remaja. Tetapi di lain pihak, emosi yang menggebu ini bermanfaat untuk remaja itu terus mencari identitas dirinya.
Perkembangan Peran Sosial
Gejolak emosi remaja dan masalah remaja lain pada umumnya disebakan antara lain oleh adanya konflik peran sosial. Di satu pihak ia sudah ingin mandiri sebagai orang dewasa, di lain pihak ia masih harus terus mengikuti kemauan orang tuanya.
Konflik peran yang dapat menimbulkan gejolak emosi dan kesulitan-kesulitan lain pada masa remaja dapat dikurangi dengan memberi latihan-latihan agar anak dapat mandiri sedini mungkin. Dengan kemandiriannya anak dapat memilih jalannya sendiri dan ia akan berkembang lebih mantap. Oleh karena ia tahu dengan tepat saat-saat yang berbahaya di mana ia harus kembali berkonsultasi dengan orang tuanya atau dengan orang dewasa lain yang lebih tahu dari dirinya sendiri.
Perkembangan Peran Seksual
Ada 4 macam manusia ditinjau dari peran seksualnya, yaitu :
Tipe maskulin, yaitu yang sifat kelaki-lakiannya di atas rata-rata, sifat kewanitaannya kurang dari rata-rata.
Tipe feminin, yaitu yang sifat kewanitaannya di atas rata-rata, sifat kelaki-lakiannya kurang dari rata-rata.
Tipe androgin, yaitu yang sifat kelaki-lakian maupun kewanitaannya di atas rata-rata.
Tipe tidak tergolongkan (undiferentiated), yaitu yang sifat kelaki-lakiannya maupun kewanitaannya di bawah rata-rata.
(Wrightsman, 1981, hlm.445)
Perkembangan Moral dan Religi
Religi yaitu kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang mengatur alam semesta ini adalah sebagian dari moral, sebab dalam moral sebenarnya diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik sehingga perlu dihindari. Agama, oleh karena mengatur juga tingkah laku baik-buruk, secara psikologik termasuk dalam moral. Hal lain yang termasuk dalam moral adalah sopan-santun, tata krama, dan norma-norma masyarakat lain.
Kohlberg membagi perkembangan moral dalam 3 tahap yang masing-masing dibagi lagi dalam 2 tingkatan :
Tahap I (tingkat 1 dan 2) : Tahap Prakonvensional
Tingkat 1 à pedoman mereka hanyalah hindari hukuman
Tingkat 2 à sudah ada pengertian bahwa untuk memenuhi kebutuhan sendiri, seseorang juga harus memikirkan kepentingan orang lain.
Tahap II (tingkat 3 dan 4) : Tahap Konvensional
Setuju pada aturan dan harapan masyarakat dan penguasa, hanya karena memang sudah demikianlah keadaannya. Terjadi pada remaja dan sebagian besar orang dewasa.
Tahap III (tingkat 5 dan 6) : Tahap Pasca Konvensional
Terjadi pada sebagian orang dewasa. Tahap ini mendasarkan penilaian mreka terhadap aturan dan harapan masyarakat pada prinsip-prinsip moral umum.
Tingkat 1 à kontak sosial atau hak individu
Tingkat 2 à prinsip etika universal
(Lickona, 1975, hlm. 32-33)








Psikologi Remaja, Karakteristik dan Permasalahannya


Masa yang paling indah adalah masa remaja.
Masa yang paling menyedihkan adalah masa remaja.
Masa yang paling ingin dikenang adalah masa remaja.
Masa yang paling ingin dilupakan adalah masa remaja.
Remaja
Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu  identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure,  dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
Ketidakstabilan emosi.
Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
Senang bereksperimentasi.
Senang bereksplorasi.
Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami oleh remaja.
Permasalahan Fisik dan Kesehatan
Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan  body image ini dapat sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999; Thompson et al).
Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan berskplorasi.
Permasalahan Alkohol dan Obat-Obatan Terlarang
Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Walaupun usaha untuk menghentikan sudah digalakkan tetapi kasus-kasus penggunaan narkoba ini sepertinya tidak berkurang. Ada kekhasan mengapa remaja menggunakan narkoba/ napza yang kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda dengan alasan yang terjadi pada orang dewasa. Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk kompensasi.
Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orang tua, supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua.
Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll.
Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang buruk, dll.
Cinta dan Hubungan Heteroseksual
Permasalahan Seksual
Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua
Permasalahan Moral, Nilai, dan Agama
Lain halnya dengan pendapat Smith & Anderson (dalam Fagan,2006), menurutnya kebanyakan remaja melakukan perilaku berisiko dianggap sebagai bagian dari proses perkembangan yang normal. Perilaku berisiko yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol dan narkoba (Rey, 2002). Tiga jenis pengaruh yang memungkinkan munculnya penggunaan alkohol dan narkoba pada remaja:
Salah satu akibat dari berfungsinya hormon gonadotrofik yang diproduksi oleh kelenjar hypothalamus adalah munculnya perasaan saling tertarik antara remaja pria dan wanita. Perasaan tertarik ini bisa meningkat pada perasaan yang lebih tinggi yaitu cinta romantis (romantic love) yaitu luapan hasrat kepada seseorang atau orang yang sering menyebutnya “jatuh cinta”.
Santrock (2003) mengatakan bahwa cinta romatis menandai kehidupan percintaan para remaja dan juga merupakan hal yang penting bagi para siswa. Cinta romantis meliputi sekumpulan emosi yang saling bercampur seperti rasa takut, marah, hasrat seksual, kesenangan dan rasa cemburu. Tidak semua emosi ini positif. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Bercheid & Fei ditemukan bahwa cinta romantis merupakan salah satu penyebab seseorang mengalami depresi dibandingkan dengan permasalahan dengan teman.
Tipe cinta yang lain adalah cinta kasih sayang (affectionate love) atau yang sering disebut cinta kebersamaan yaitu saat muncul keinginan individu untuk memiliki individu lain secara dekat dan mendalam, dan memberikan kasih sayang untuk orang tersebut. Cinta kasih sayang ini lebih menandai masa percintaan orang dewasa daripada percintaan remaja.
Dengan telah matangnya organ-organ seksual pada remaja maka akan mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual. Problem tentang seksual pada remaja adalah berkisar masalah bagaimana mengendalikan dorongan seksual, konflik antara mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, adanya “ketidaknormalan” yang dialaminya berkaitan dengan organ-organ reproduksinya, pelecehan seksual, homoseksual, kehamilan dan aborsi, dan sebagainya (Santrock, 2003, Hurlock, 1991).
Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja yang dapat mempengaruhi hubungan orang tua dengan remaja adalah : pubertas, penalaran logis yang berkembang, pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak tercapai, perubahan di sekolah, teman sebaya, persahabatan, pacaran, dan pergaulan menuju kebebasan.
Beberapa konflik yang biasa terjadi antara remaja dengan orang tua hanya berkisar masalah kehidupan sehari-hari seperti jam pulang ke rumah, cara berpakaian, merapikan kamar tidur. Konflik-konflik seperti ini jarang menimbulkan dilema utama dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan terlarang maupun kenakalan remaja.
Beberapa remaja juga mengeluhkan cara-cara orang tua memperlakukan mereka yang otoriter, atau sikap-sikap orang tua yang terlalu kaku atau tidak memahami kepentingan remaja.
Akhir-akhir ini banyak orang tua maupun pendidik yang merasa khawatir bahwa anak-anak mereka terutama remaja mengalami degradasi moral. Sementara remaja sendiri juga sering dihadapkan pada dilema-dilema moral sehingga remaja merasa bingung terhadap keputusan-keputusan moral yang harus diambilnya. Walaupun di dalam keluarga mereka sudah ditanamkan nilai-nilai, tetapi remaja akan merasa bingung ketika menghadapi kenyataan ternyata nilai-nilai tersebut sangat berbeda dengan nilai-nilai yang dihadapi bersama teman-temannya maupun di lingkungan yang berbeda.
Pengawasan terhadap tingkah laku oleh orang dewasa sudah sulit dilakukan terhadap remaja karena lingkungan remaja sudah sangat luas. Pengasahan terhadap hati nurani sebagai pengendali internal perilaku remaja menjadi sangat penting agar remaja bisa mengendalikan perilakunya sendiri ketika tidak ada orang tua maupun guru dan segera menyadari serta memperbaiki diri ketika dia berbuat salah.
Dari beberapa bukti dan fakta tentang remaja, karakteristik dan permasalahan yang menyertainya, semoga dapat menjadi wacana bagi orang tua untuk lebih memahami karakteristik anak remaja mereka dan perubahan perilaku mereka. Perilaku mereka kini tentunya berbeda dari masa kanak-kanak. Hal ini terkadang yang menjadi stressor tersendiri bagi orang tua. Oleh karenanya, butuh tenaga dan kesabaran ekstra untuk benar-benar mempersiapkan remaja kita kelak menghadapi masa dewasanya.















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN


Remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa.
Secara psikologik kedewasaan adalah keadaan di mana sudah ada ciri-ciri psikologik teretentu pada seseorang.
Menurut Richmond dan Slansky (1984, hlm.110-111) inti dari tugas perkembangan seseorang dalam periode remaja awal dan menengah adalah memperjuangkan kebebasan. Sedangkan menemukan bentuk kepribadian yang khas (yang oleh Allport dinamakan ”unifying philosophy of life”) dalam periode itu belum menjadi sasaran utama.
Teori intelegensi yang meninjaunya dari sudut perkembangan dikemukakan oleh Jean Piaget (1896-1980). Piaget berpendapat bahwa setiap orang mempunyai sistem pengaturan dari dalam pada sistem kognisinya.
Dalam usia remaja dan seterusnya sesorang sudah mampu berfikir abstrak dan hipotetis.
Masa remaja adalah masa yang penuh emosi. Salah satu ciri periode ”topan dan badai” dalam perkembangan jiwa manusia ini adalah emosi yang meledak-ledak, sulit untuk dikendalikan. Plato menyamakan emosi remaja ini dengan ”api”. Di satu pihak emosi yang memnggebu-gebu ini memang menyulitkan, terutama untuk orang lain (termasuk orang tua dan guru) dalam mengerti jiwa si Remaja. Tetapi di lain pihak, emosi yang menggebu ini bermanfaat untuk remaja itu terus mencari identitas dirinya.
Perkembangan Peran Sosial
Gejolak emosi remaja dan masalah remaja lain pada umumnya disebakan antara lain oleh adanya konflik peran sosial. Di satu pihak ia sudah ingin mandiri sebagai orang dewasa, di lain pihak ia masih harus terus mengikuti kemauan orang tuanya.
Konflik peran yang dapat menimbulkan gejolak emosi dan kesulitan-kesulitan lain pada masa remaja dapat dikurangi dengan memberi latihan-latihan agar anak dapat mandiri sedini mungkin. Dengan kemandiriannya anak dapat memilih jalannya sendiri dan ia akan berkembang lebih mantap. Oleh karena ia tahu dengan tepat saat-saat yang berbahaya di mana ia harus kembali berkonsultasi dengan orang tuanya atau dengan orang dewasa lain yang lebih tahu dari dirinya sendiri.
Perkembangan Moral dan Religi
Religi yaitu kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang mengatur alam semesta ini adalah sebagian dari moral, sebab dalam moral sebenarnya diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik sehingga perlu dihindari. Agama, oleh karena mengatur juga tingkah laku baik-buruk, secara psikologik termasuk dalam moral. Hal lain yang termasuk dalam moral adalah sopan-santun, tata krama, dan norma-norma masyarakat lain.
















Daftar Pustaka
Choate, L.H. (2007). Counseling Adolescent Girls for Body Image Resilience: Strategi for School Counselors. Profesional School Counseling. Alexandria: Feb 2007. Vol. 10, Iss. 3; pg. 317, 10 pgs
Dr. Sarlito Wirawan Sarwono. Psikologi Remaja
Fagan, R. (2006). Counseling and Treating Adolescents with Alcohol and Other Substance Use Problems and their Family. The Family Journal: Counseling therapy For Couples and Families. Vol.14. No.4.326-333.
Gunarsa, S. D. (1989). PsikologiPperkembangan: Anak dan Remaja. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.
Hurlock, E.B. (1991). Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga.
Mongks, F. J. , Knoers, A. M. P. , & Haditono, S. R. (2000). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Muss, R. E. , Olds, S. W. , & Fealdman (2001). Human Developmen. Boston: McGraw-Hill Companies.
Rey, J. (2002). More than Just The Blues: Understanding Serious Teenage Problems. Sydney: Simon & Schuster.
Rini, J.F. (2004). Mencemaskan Penampilan.
Santrok, J. W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Setiono, L.H. (2002). Beberapa Permasalahan Remaja.
Tambunan, R. (2001).
Mitos-mitos Seputar “Gak Bakal Hamil”.
Diakses melalui http://mentoringku.wordpress.com/2/
Kredit Foto: inmagine.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar