Diabetes mellitus
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Lingkaran biru, adalah simbol bagi diabetes mellitus,
sebagaimana pita merah untuk AIDS.[1]
Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein,
tembus atau pancuran air) (bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di
Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolik yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupahiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari:
·
defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau keduanya.[2]
·
defisiensi transporter glukosa.
·
atau keduanya.
Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes mellitus, antara lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom Werner, sindrom Wolfram,[3] leukoaraiosis,demensia,[4] hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme,[5] dan lain-lain.
Klasifikasi
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan
bentuk diabetes mellitus berdasarkan perawatan dan simtoma:[2]
1.
Diabetes tipe 1,
yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik. Diabetes mellitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini.
2.
Diabetes tipe 2,
yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai dengan sindrom
resistansi insulin
3.
Diabetes
gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT dan gestational diabetes mellitus,
GDM.
dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:
dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:
4.
Insulin
requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptida-C.
5.
Insulin
requiring for control diabetes.
Pada tahap ini, sekresi insulin endogenus tidak cukup untuk mencapai gejala normoglicemia, jika tidak disertai dengan tambahan hormon dari luartubuh.
6.
Not
insulin requiring diabetes.
Kelas empat pada
tahap klinis serupa dengan klasifikasi IDDM (bahasa Inggris: insulin-dependent diabetes mellitus), sedang tahap kelima dan keenam merupakan anggota
klasifikasi NIDDM (bahasa Inggris: non insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM dan NIDDM merupakan klasifikasi yang tercantum
pada International Nomenclature
of Diseases pada tahun 1991 dan
revisi ke-10International Classification of Diseases pada tahun 1992.
Klasifikasi Malnutrion-related
diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi
digunakan oleh karena, walaupun malnutrisi dapat memengaruhi
ekspresi beberapa tipe diabetes, hingga saat ini belum ditemukan bukti bahwa
malnutrisi atau defisiensi protein dapat menyebabkan diabetes. Subtipe MRDM; Protein-deficient pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih dianggap sebagai bentuk
malnutrisi yang diinduksi oleh diabetes mellitus dan memerlukan penelitian
lebih lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes, FCPD, diklasifikasikan sebagai penyakit pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous pancreatopathy yang menginduksi diabetes mellitus.
Klasifikasi Impaired Glucose
Tolerance, IGT, kini didefinisikan
sebagai tahap dari cacat regulasi glukosa, sebagaimana dapat diamati pada
seluruh tipe kelainan hiperglisemis. Namun tidak lagi dianggap sebagai
diabetes.
Klasifikasi Impaired Fasting
Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio gula darah puasa yang lebih tinggi
dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di bawah rasio yang ditetapkan
sebagai dasar diagnosa diabetes.
Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes mellitus
tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes,
insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam
sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini
IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan
berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu,
sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada
penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak
dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel
beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi
pada tubuh.
Saat ini, diabetes
tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang
teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.
Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun,
adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic
ketoacidosis bisa
menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan
pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian
injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump,
yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat
dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus)
dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk
pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes
tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi
aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat,
dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa
rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal
(80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l).[rujukan?] Beberapa
dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang
bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic
events".[rujukan?] Angka
di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan
buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi.[rujukan?] Angka
di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan
dapat mengarah ke ketoasidosis.[rujukan?] Tingkat
glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan
kehilangan kesadaran.
Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes mellitus
tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes,
non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan
disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan
metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen,[6] termasuk yang mengekspresikan disfungsisel β,
gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin[7] yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10[8] dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati
menjadi kurang peka terhadap insulin[9] serta RBP4 yang menekan penyerapan
glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan
sekresi gula darah oleh hati.[9] Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom
terpadat yang ditemukan pada manusia.[10]
Pada NIDDM
ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi,[11] rasio RBP4 dan hormon resistin yang tinggi,[9] peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati,[9] penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.[12]
NIDDM juga dapat
disebabkan oleh dislipidemia[13], lipodistrofi,[9] dan sindrom
resistansi insulin.
Pada tahap awal
kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang
ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.[rujukan?] Hiperglisemia
dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin
atau mengurangi produksi glukosa dari hepar,
namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi
dengan insulin kadang dibutuhkan.[rujukan?] Ada
beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya
resistensi ini, namun obesitas sentraldiketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi
terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi
glukosa.[rujukan?] Obesitas
ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan
jenis 2 kencing manis.[rujukan?] Faktor
lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir
telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak.[rujukan?]
Diabetes tipe 2
dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2
biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga),
diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon
insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai
contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di
deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan
dengan lisan [[ antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah
pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di
kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin (
e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang
glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu
( e.g.,metformin),
dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g.,
thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan
jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang
normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan
dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil
kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat
penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang
disebut sitagliptin, baru-baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai
pengobatan diabetes mellitus tipe 2.[14] Seperti zat penghambatdipeptidyl
peptidase 4 yang lain,
sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.[15][16]
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan
oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi metabolisme
oksidatif di
dalam mitokondria[17] pada otot lurik.[18][19] Sebaliknya, hormon tri-iodotironinamenginduksi biogenesis di dalam mitokondria
dan meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV,
menurunkan spesi oksigen
reaktif, menurunkan stres oksidatif,[20] sedang hormon melatonin akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria
serta meningkatkan aktivitas respiratory
chain, terutama pada kompleks I, III
dan IV.[21] Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi
oksidatif mitokondria
di dalam otot lurik.[22] Di sisi lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada
penderita diabetes.[23][24][25]
Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan
dramatis, diikuti dengan pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass usus.
Hal ini diketahui sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah metoda ini
dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis glukosa.[26]
Pada terapi
tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin,
diketahui menyebabkan:[27]
·
peningkatan mRNA glukokinase,
·
peningkatan
ekspresi GLUT4 pada hati dan jaringan
·
peningkatan
pencerap gamma proliferator peroksisom
·
peningkatan rasio
plasma hormon insulin, protein C dan leptin[28]
·
penurunan ekspresi GLUT2 pada hati
·
penurunan rasio plasma asam lemak dan kadar trigliserida pada hati
·
penurunan rasio
plasma dan kadar kolesterol dalam hati, antara lain
dengan menekan 3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme
reductase, asil-KoA, kolesterol asiltransferase
·
penurunan oksidasi asam lemak di dalam hati dan
aktivitas karnitina palmitoil, antara lain dengan mengurangi sintesis glukosa-6 fosfatase dehidrogenase dan fosfatidat fosfohidrolase
·
meningkatkan laju
lintasan glikolisis dan/atau menurunkan
laju lintasan glukoneogenesis
sedang naringin
sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat karboksikinase dan glukosa-6 fosfatase di dalam hati.
Hesperidin
merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada buah jenis jeruk, sedang naringin banyak ditemukan pada
buah jenis anggur.
Diabetes mellitus tipe 3
Diabetes mellitus
gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1
diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require
injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5"
diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau
diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah
melahirkan, dengan keterlibataninterleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.[29] GDM mungkin dapat
merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM
bertahan hidup.[rujukan?]
Diabetes melitus
pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat
temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan. GDM dapat
disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama masa
kehamilan.
Meskipun GDM
bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan
kesehatan janin maupun sang ibu. Resiko yang dapat dialami oleh bayi meliputi
makrosomia (berat bayi yang tinggi/diatas normal), penyakit jantung bawaan dan
kelainan sistem saraf pusat, dan cacat otot rangka. Peningkatan hormon insulin
janin dapat menghambat produksi surfaktan janin dan mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan.
Hyperbilirubinemia dapat terjadi akibat kerusakan sel darah merah. Pada kasus
yang parah, kematian sebelum kelahiran dapat terjadi, paling umum terjadi
sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk karena kerusakan vaskular. Induksi
kehamilan dapat diindikasikan dengan menurunnya fungsi plasenta. Operasi sesar
dapat akan dilakukan bila ada tanda bahwa janin dalam bahaya atau peningkatan
resiko luka yang berhubungan dengan makrosomia, seperti distosia bahu.
Patofisiologi
Kemungkinan induksi
diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang laik daun saat
ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering disebut terkait
oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat
pada resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.[30]
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi glukogenesis dan lipolisis,
dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin,
terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali,
peningkatan rasio IGF-I tidak dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena
berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan
GH pada sebagian banyak orang, tetapi karena juga menghambat sekresi insulin
dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi padatoleransi glukosa.
Sedangkan
hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia,
mengarah pada hiperglisemia dan turunnya toleransi glukosa, terjadinya
resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.
Hipersekresi hormon
juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan
abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi
perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh hiposekresi insulin, seperti
yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma,glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon
ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon
berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta,
baik in vitro maupun in vivo.[31] Apoptosis sel beta juga
terjadi akibat mekanisme Fas-FasL,[32][33] dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-.[33]
Komplikasi
Komplikasi jangka
lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis),
kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakansaraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar
gula darah buruk.
Ketoasidosis diabetikum
Pada penderita
diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan
cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar
gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat
menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber
yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa
kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala
awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah,
lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernapasan menjadi dalam dan
cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau napas
penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum
bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan
setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa
mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin
atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun.
Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering
kencing dan haus. Jarang terjadi ketoasidosis.[rujukan?] Jika
kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi
akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami
dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan
suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.[rujukan?]
Hipoglikemi
Diagnosis
Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).[34]
|
Bukan DM
|
Belum pasti DM
|
DM
|
Kadar glukosa darah sewaktu:
|
|||
Plasma vena
|
<110
|
110 - 199
|
>200
|
Darah kapiler
|
<90
|
90 - 199
|
>200
|
Kadar glukosa darah puasa:
|
|||
Plasma vena
|
<110
|
110 - 125
|
>126
|
Darah kapiler
|
<90
|
90 - 109
|
>110
|
Simtoma klinis
Simtoma hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala
klasik lainnya:
·
poliuria - sering buang air
kecil
·
polidipsia - selalu merasa haus
·
polifagia - selalu merasa lapar
·
penurunan berat
badan, seringkali hanya pada diabetes mellitus tipe 1
dan setelah jangka
panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi kronis,
seperti:
·
gangguan pada mata dengan potensi
berakibat pada kebutaan,
·
gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal
·
gangguan
kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang dapat diketahui dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron,[34]
·
gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi saraf
autonom, foot ulcer, amputasi, charcot joint dan disfungsi seksual,
dan gejala lain
seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma.
·
rentan terhadap infeksi.
Kata diabetes
mellitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau kencing manis, yang terjadi jika
penderita tidak segera mendapatkan perawatan.
Penanganan
Pasien yang cukup
terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau
berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa.
Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum
berbuka lebih besar daripada dosis sahur.
Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang diberikan saat
berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis
ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.[34]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar